Standar Kontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari
bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian
yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah
ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat
terhadap ekonomi lemah.
Menurut
Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu :
- Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
- Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah Suatu
kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak
tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam
bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini
ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan
data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam
klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak
mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau
mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut,
sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.
Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau
aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan
tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran
Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika
memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan
seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memperburuk.
Syarat Sahnya Perjanjian
Agar
suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian
harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW
yaitu :
harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW
yaitu :
- Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Kata
“sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut; adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 BW); adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.
- Cakap untuk membuat perikatan;
Para
pihak mampu membuat suatu perjanjian. Kata mampu dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena prerilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian. Pasal
1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan :
·
Orang-orang yang belum dewasa
·
Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
· Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang
ditetapkan oleh undangundang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa
undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Namun berdasarkan
fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5
September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak
cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap adalah batal demi hukum (Pasal 1446 BW).
- Suatu hal tertentu;
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika
tidak, maka
perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barangbarang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.
perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barangbarang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.
- Suatu sebab atau causa yang halal.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat
perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum,
kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Syarat pertama dan kedua menyangkut
subyek, sedangkan syarat ketiga dan keempat mengenai obyek. Terdapatnya cacat
kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan,
mengenai subyek mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan. Sementara apabila
syarat ketiga dan keempat mengenai obyek tidak terpenuhi, maka perjanjian batal
demi hukum.
Berakhirnya Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat
perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu
pihak biasanya terjadi karena;
- Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
- Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
- Terkait resolusi atau perintah pengadilan
- Terlibat hukum
- Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
- Ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu
- Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
- Para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus;
Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht)
yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu
keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang
disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya
gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi
dua macam yaitu :
- keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar (force majeur).
Prestasi dan Wanprestasi
Pengertian
prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu
pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah
mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition”
sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
o
Model-model dari prestasi (Pasal 1234 KUH
Perdata), yaitu berupa :
o
Memberikan sesuatu;
o
Berbuat sesuatu;
o
Tidak berbuat sesuatu
Pengertian
Wanprestasi menurut para ahli:
Pengertian Wanprestasi menurut Prodjodikoro, Wanprestasi adalah tidak adanya suatu prestasi dalam perjanjian, ini berarti bahwa suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Dalam istilah bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi, sedangkan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, Pengertian Wanprestasi adalah suatu perikatan dimana pihak debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan.
R. Subekti, mengemukakan bahwa Wanprestasi (kelalaian) seorang debitur dapat berupa empat macam, yaitu :
Pengertian Wanprestasi menurut Prodjodikoro, Wanprestasi adalah tidak adanya suatu prestasi dalam perjanjian, ini berarti bahwa suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Dalam istilah bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi, sedangkan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, Pengertian Wanprestasi adalah suatu perikatan dimana pihak debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan.
R. Subekti, mengemukakan bahwa Wanprestasi (kelalaian) seorang debitur dapat berupa empat macam, yaitu :
ü tidak
melakukan apa yang seharusnya disanggupi untuk dilakukan,
ü melaksanakan
yang dijanjikan, namun tidak sebagaimana yang diperjanjikan,
ü melakukan
apa yang telah diperjanjikan, namun terlambat pada waktu pelaksanaannya,
ü melakukan
sesuatu hal yang di dalam perjanjiannya tidak boleh dilakukan.
No comments:
Post a Comment